Rabu, 15 Oktober 2014

Sejumput Catatan Hasil Membaca Singkat UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Hari ini saya baru mengunduh Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dari laman Kementerian Sekretariat Negara. Setelah membaca sekilas, saya coba membuat catatan singkat dalam bentuk butir-butir sebagai berikut.
  1. Tugas & kewenangan Kemendagri dalam "koordinasi" pembinaan & pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan secara nasional disebutkan secara jelas dalam Pasal 8 ayat 3 dan diulang lagi pada Pasal 373 ayat 1. Sementara itu, Pasal 16 ayat 3 & 4 menyebutkan bahwa pembinaan & pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan "dilaksanakan" oleh kementerian & LPNK terkait. "Unik"-nya, di Pasal 374 ayat 2, muncullah daftar bidang-bidang "umum" yang pembinaannya "dilakukan" oleh Mendagri, yang kalau mau ditafsirkan bisa jadi akordeon, mengembang-mengkerut tergantung keinginan Kemendagri. Ini kemungkinan besar akan melestarikan kerancuan yang selama ini terjadi di pemda, yaitu ada aturan teknis dari kementerian/lembaga, tapi kemudian ada lagi aturan dari Kemendagri. Kasihan Pemda kalau begini terus.
  2. Keberadaan Muspida yang banyak dicurigai jadi ajang kongkalikong pimpinan daerah dipertegas dengan nama Forkopimda (Pasal 26). Semoga implikasi keuangannya ngga signifikan.
  3. Parameter pembentukan daerah (Pasal 36) belum exhaustive. Dalam parameter demografi, misalnya, distribusi penduduk yang dimaksud berdasarkan apa? Usia, ketenagakerjaan, atau semata-mata kewilayahan? Contoh lainnya di parameter ekonomi yang hanya melihat pertumbuhan ekonomi dan potensi unggulan. Isu semisal soal kesenjangan, ketenagakerjaan, kesiapan prasarana moneter apa nggak juga penting? Di parameter lainnya juga sama. Menurut saya sih nggak akan pernah exhaustive karena tergantung kebutuhan zaman, jadi sebaiknya ngga perlu disebutkan seperti ini dalam UU.
  4. 4. Sebaliknya, terkait penggabungan daerah, ketentuan normatif yang penting justru hilang dalam Pasal 47, yaitu periodisasi "evaluasi kemampuan menyelenggarakan otonomi daerah". Apakah penilaian/evaluasi itu dilakukan tahunan sehingga menghasilkan data series (setelah 3-5 tahun gagal lalu digabungkan) atau dilakukan sewaktu-waktu. Hilangnya ketentuan soal ini membuat kesan kondisi status quo akan lestari, yaitu daerah yang sudah mekar ngga akan digabung.
  5. Pasal 68 memungkinkan pemerintah bisa memberhentikan kepala daerah/wakil kepala daerah yang tidak menjalankan program strategis nasional. Ini bisa dilakukan kalau sudah ditegur tertulis 2x dan diskors 3 bulan si kepala daerah/wakil kepala daerah tetap ngga juga menjalankan program itu. Menarik ditunggu gimana kiprah pasal ini.
  6. Pembatalan produk hukum pemerintah kabupaten/kota (perda/perbup/perwali) bisa dilakukan langsung oleh Gubernur (Pasal 91 ayat 3). Ini bisa dibilang bagus karena mempertegas kedudukan gubernur selaku wakil pemerintah pusat. Yang saya masih belum jelas adalah manakala terjadi keberatan pemkab/kota atas pembatalan produk hukum mereka oleh gubernur. Disebutkan di pasal 251 ayat 8 bahwa bupati/walikota bisa mengajukan keberatan kepada Mendagri selambat-lambatnya 14 hari sejak perda dibatalkan. Tapi nggak ada kelanjutan lagi soal prosesnya. Apakah keberatan itu langsung dikabulkan Mendagri atau sekadar diarsipkan? Nggak jelas.
  7. Perimpitan daerah otonom/wilayah administrasi di tingkat provinsi ternyata berimbas pada jabatan Sesda yang juga berimpit sebagai Sesgub. Di Pasal 93 disebutkan bahwa Sekretariat gubernur terdiri dari paling banyak 5 unit kerja (mari asumsikan setingkat Biro). Apakah ini biro yang terpisah dari biro-biro yang ada di Sekretariat Daerah? Kalau iya, makin ramailah PNS di pemda (silakan interpretasikan sendiri kalimat ini).
  8. Buyar sudah impian Ahok untuk memiliki kepala dinas/badan/camat dari non-PNS (Pasal 234 ayat 1).
  9. Saya kurang paham makna Pasal 234 ayat 4. Disebutkan bahwa "pengangkatan kepala perangkat daerah yang menduduki jabatan administrator dilakukan melalui seleksi sesuai dengan proses seleksi bagi jabatan pimpinan tinggi pratama". Padahal, administrator bukanlah JPT. Ini maksudnya kasubdis, kabag & camat akan diisi lewat seleksi terbuka? Kalau ya, ketentuan ini harus diapresiasi.
  10. Soal keuangan daerah pemahaman saya masih rendah banget, jadi silakan cari referensi lain. Kelihatan sepintas sih udah lebih baik dibandingkan UU 32/2004, tapi tetap harus melihat UU Perimbangan Keuangannya dulu.
  11. Di Pasal 347 disebutkan bahwa informasi pelayanan publik bla bla bla dituangkan dalam maklumat pelayanan publik. Selanjutnya disebutkan juga soal detail dari maklumat pelayanan publik. Kalau dilihat-lihat, yang dimaksud maklumat pelayanan publik di pasal ini adalah yang disebut dengan "Standar pelayanan publik" menurut UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, meskipun definisi maklumat pelayanan publik di penjelasan pasal ini sudah sesuai dengan UU 25/2009. Aturan di Pasal 348 soal sanksi bagi kepala daerah yang pemerintah daerahnya yang ngga memuat standar pelayanan publik juga relatif ringan, karena hanya berupa "pembinaan" oleh Kemendagri. Padahal, di PP 96/2012 disebutkan bahwa penyelenggara & pelaksana pelayanan publik yang tidak memiliki standar pelayanan publik dikenakan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. Kalau bawahannya aja diberhentikan, harusnya kepala daerah juga dikenakan sanksi yang cukup berat dibandingkan "sekadar dibina"
  12. Kemendagri menyelenggarakan "Pendidikan Kepamongprajaan", yang isinya akan memberikan keahlian dan keterampilan teknis penyelenggaraan pemerintahan (Pasal 376). Penjelasan ayat 1 dari pasal ini menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah "pendidikan tinggi kepamongprajaan" (dengan kata lain IPDN). Sebelumnya, di Pasal 233 ayat 2 disebutkan bahwa untuk menduduki jabatan kepala perangkat daerah harus memiliki kompetensi teknis penyelenggaraan pemerintahan. Ini artinya pasal 376 ini menjustifikasi bahwa hanya orang-orang yang lulus IPDN yang bisa menjadi kepala perangkat daerah di Pemda. Lalu bagaimana dengan PNS di kementerian/lembaga yang mau masuk pemda, atau bahkan PNS di pemda yang bukan lulusan IPDN? Pasal ini sangat berpotensi bertentangan dengan asas keterpaduan yang dianut UU 5/2014 (Pasal 2 huruf d). Dalam penjelasan pasal 376 ini, disebutkan bahwa "perguruan tinggi dapat menyelenggarakan pendidikan tinggi kepamongprajaan". Menurut saya, untuk menghindari konflik dengan UU lain dan menjaga semangat NKRI, sebaiknya penjelasan pasal ini diperluas maknanya. Jadi misalnya, perguruan tinggi bisa membuat executive education bidang kepamongprajaan, let's say part-time 3-4 bulan (1 semester aktif). Selain itu, Lembaga Administrasi Negara (LAN) juga dapat membuat pendidikan & pelatihan sejenis itu. Konsekuensinya, PNS bergelar Sarjana yang lulus executive education ataupun diklat setara dari LAN ini akan disetarakan dengan lulusan IPDN dalam hal kompetensi teknis pemerintahan. Ini akan jadi jalan tengah yang terbaik, yah kecuali memang ada maksud tertentu di balik gramatikal pasal ini.
  13. Yang patut diapresiasi adalah Bab XXI soal Inovasi Daerah. Disebutkan bahwa inovasi bisa berasal dari kepala daerah atau dari perangkat daerah. Ini berarti akan mendorong bukan saja walikota/bupati/gubernur untuk berinovasi, tapi juga ASN di daerah untuk mengembangkan gagasan inovatif.

Catatan ini saya buat dari hasil sekali membaca, sehingga sangat potensial terjadi kesilapan. Kalau pembaca yang budiman berkenan memberikan masukan, sangat saya terima dengan terbuka. Tabik.

Daley Road, 15 Oktober 2014

6 komentar:

Unknown mengatakan...

IPDN adalah sekolah tinggi kedinasan yg mencetak kader pemerintahan kedepannya.
Mengapa UU 23 sedikit lebih spesifik mengatur bahwasanya utk menduduki jabatan kepala perangkat daerah harus memiliki kompetensi teknis penyelenggaran pemerintahan, hal ini adalah salah satu sikap dalam menertibkan kembali pemerintahan kita yg ada. Perhatikanlah fakta yg terjadi di pelosok negeri ini, cth saja banyaknya jabatan camat (maaf sebelumnya) yg di isi oleh sekian yg bukan berlatar belakang pendidikan pemerintahan maka dengan UU ini kembali bahwa yg ingin menduduki jabatan tersebut harus memiliki kompetensi teknis penyelenggaraan pemerintahan, kemudian yg telah menduduki dan yang ingin menduduki jabatan tsb bukan dari latar belakang pendidikan pemerintahan akan diberikan semacam pelatihan dan diklat mengenai pemerintahan sehingga setelah menduduki jabatan tsb dapat menjalankan pelayanan publik dengan baik dan menjadi pamong yang amanah. Sekian pendapat saya terimakasih

Unknown mengatakan...

Terima kasih telah berkenan mampir dan memberi komentar. Benar sekali, kompetensi teknis sangat penting sebagai prasyarat menduduki sebuah jabatan, sebagaimana diamanatkan UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara, oleh sebab itu adanya lembaga-lembaga yang memberikan kompetensi ini menjadi kebutuhan utama. Lembaga apa saja? Inilah yang dalam gagasan saya seharusnya bisa dilakukan oleh perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Tentunya tidak sembarang perguruan tinggi. Hanya yang telah disertifikasi oleh LAN (sebagai instansi pembina penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan ASN) saja yang bisa melakukan ini. Pesertanya juga terbuka tidak hanya PNS tetapi juga non-PNS. Dengan demikian, peluang untuk warga negara berkontribusi aktif dalam penyelenggaraan pemerintahan menjadi semakin besar. Ini akan memberikan perspektif baru dan mungkin juga mendorong inovasi dalam pemerintahan daerah. Demikian, terima kasih. Mari tetap semangat membangun negeri.

Unknown mengatakan...

Iya tapi maaf saya sebagai praja IPDN sedikit tersinggung dengan yang saudara sebutkan diatas. Pikirkan ketika saudara di posisi saya. Terimakasih

Unknown mengatakan...

Terima kasih Pak. Tidak ada maksud menyinggung dalam tulisan ini. Jika memang tersinggung maka saya sampaikan maaf.

Tentu saja akan ada pihak-pihak yang terimbas dengan sebuah kritik, tetapi alangkah bijak jika kritik tersebut ditindaklanjuti dengan perbaikan. Itulah mengapa dalam tulisan ini saya tidak hanya memberi penilaian, tetapi juga gagasan alternatif. Belum tentu kritik dan solusi alternatif yang saya tawarkan ini benar, makanya perlu ada diskusi. Itulah indahnya alam demokrasi dan pembelajaran. Tetap semangat dan mari sama-sama belajar Pak, supaya kita tidak short-sighted dan bisa bangun negeri ini. Terima kasih dan tabik.

Siska mengatakan...

sebuah lembaga atau institusi didirikan pasti memiliki makna dan filosofi tersendiri dalam hal ini IPDN bukanlah dibuat untuk kepentingan monopoli politik kedudukan di pemda tetapi IPDN merupakan lembaga pendidikan yang telah didirikan sejak sejarah bangsa kita dimulai mulai dari KDC OSVIA sampai saat ini dengan segala dinamika yang terjadi perubahan nomenklatur IPDN,intinya sekolah kami didirikan agar kami bisa menjadi pamong praja yang siap dengan sistem pembinaan jarlatsuh,utk lembaga atau instansi lain yang memiliki nomenklatur jurusan pendidikan yang hanpir sama kita bisa saling menghargai dan berkompetisi secara sehat,hendaknya anda sebagai penulis tidak menjustifikasi sebuah lembaga, tetapi sebagai penulis anda harusnya netral dan memberikan fakta dan reaita yang jelas dilapangan,karena bagi kami almamater kami adalah kebanggaan tempat kami dididik dan dibina..toh masih ada juga aparat pemda yg bukan lulusan IPDN bahkan banyak...just share agar kita saling menghargai..BHINEKA NARA EKA BHAKTI...

Unknown mengatakan...

Terima kasih sudah mampir Bu. Benar sekali, didirikannya sebuah lembaga tentu karena ada sejumlah fungsi tertentu yang diamanatkan kepadanya. Benar pula bahwa IPDN turut mengisi dan mewarnai sejarah pembangunan negara Indonesia, ini juga sempat saya singgung di artikel saya yang lain.
Saya mengenal sejumlah lulusan IPDN yang memiliki kapasitas mumpuni dalam penyelenggaraan pemerintahan, sehingga tidak ada dalam tulisan di atas yang menyinggung kualitas penyelenggaraan pendidikan di IPDN.
Kalimat Anda bahwa praja dan lulusan IPDN siap berkompetisi dengan lulusan institusi pendidikan lain itulah kuncinya, sehingga kapasitas lulusan IPDN yang sudah cakap akan terus terukur dengan adanya kompetisi tadi, baik dengan PNS bukan lulusan IPDN maupun dengan non-PNS, selama mereka memiliki kompetensi teknis penyelenggaraan pemerintahan.
Kira-kira itulah makna yang selayaknya ditangkap dari salah satu bagian di artikel ini. Saya bangga dengan IPDN, tapi kebanggaan yang lebih besar adalah jika administrasi publik di Indonesia benar-benar menjadi kelas dunia. Itu menjadi kebanggaan yang melampaui instansi tunggal. Tetap semangat membangun negeri ya!