Minggu, 10 Agustus 2008

tHe fuN of joining LKTM...

Mungkin emang udah basi kalau gue baru cerita sekarang. tapi gue pengin temen2 mahasiswa, terutama yang di bawah gue, untuk tahu ini. Pengalaman gue ikutan LKTM dan Pimnas adalah pengalaman yang nggak tergantikan. Apapun yang mengiringi hal tersebut, sedih ataupun senang, adalah bagian yang nggak terpisahkan.

Ikut LKTM (sekarang KKTM) membuat gue sadar bahwa dalam banyak hal kerja sama tim menjadi sesuatu yang jauh lebih penting dari kemampuan individu. Ketika ikutan lomba karya tulis BI, gue harus akui gue terlalu bekerja sendiri. Semua tulisan dalam karya tulis itu adalah tulisan gue. Mungkin ini bagus buat keseragaman gaya bahasa, tapi nggak bagus untuk kebutuhan saling koreksi. Tulisan, mau ilmiah atau sastra, yang bagus bukan hanya selaras gaya bahasanya dari awal sampai akhir, tapi juga telah terkoreksi dengan baik segala kesalahannya.

Bikin tulisan ilmiah bagi sebagian orang mungkin membosankan. Begitupun gue pada awalnya. Gue senang berpikir ilmiah, tapi males banget buat menulis ilmiah. Tapi hasil pemikiran ilmiah gue adalah sekarang ini tren yang berkembang adalah penulis sastra, mau itu novel, cerpen, atau puisi, seringkali harus melakukan riset untuk mendukung isi karyanya itu. Nah, kenapa gue nggak mencoba untuk membuat kebalikannya, tulisan yang ilmiah tapi dilakukan dengan cara seni dan menyenangkan.

Hal inilah yang difasilitasi oleh LKTM. Kita bebas menentukan tema dan judul yang mau kita angkat, yang penting masuk kriteria IPA, IPS, Pendidikan, Lingkungan Hidup, atau Seni. Yah, itu mah semua tema masuk dong. Itulah yang gue jadikan sebagai acuan. Gue dulu tertarik dengan tayangan di TransTV (gue lupa namanya) yang pernah cerita soal lapas terbuka. Gue nonton itu tahun 2006 lalu. Terus, waktu mau ikutan LKTM, gue konsultasi deh ke Olansons (juara LKTM nasional dua kali di dua bidang). Dia nyaranin gue untuk ambil soal pendidikan anak di penjara. Gue kok nggak tertarik ya dengan hal itu. Tapi gue jadi inget tayangan itu. Makanya gue ambil deh tema lapas terbuka yang sebenernya gue sendiri nggak pernah ke sana sebelumnya. Gue juga nggak tahu itu beneran ada atau nggak.

Tapi yang jelas, emang ide itu bisa berasal dari mana aja. Buat teman-teman yang mau menulis, ide itu ada dari kalian membuka mata di pagi hari sampai menutup pagar rumah di malam hari. Hal yang paling penting adalah perspektif. Sudut pandang apa yang mau diambil dari ide tersebut, itulah yang membuatnya menjadi menarik.

Ikut di LKTM sama sekali nggak membuat rugi, meskipun melelahkan dalam proses penulisannya. Melelahkan karena harus rela kumpul bareng rekan-rekan satu tim untuk merumuskan dan menulis. Melelahkan karena harus sediakan waktu dan tenaga untuk datang ke lokasi-lokasi yang dibutuhkan untuk mendukung isi tulisan. Melelahkan karena harus merombak isi tulisan kalau pembimbing nggak setuju. Hehehe... Tapi ya itu tadi, karena gue (dan untungnya kedua rekan gue, Sarah dan Endah) tertarik dengan tema yang mau diangkat, kelelahan itu nggak terasa kok.

Malah, dengan ikut LKTM, gue jadi dapet banyak pelajaran. Gue bisa ketemu dengan teman-teman baru dari Sumatera (karena UI tergabung dengan Sumatera, DKI, dan Banten untuk wilayah A) ketika tim gue lolos ke tingkat wilayah. Waktu itu kami berlomba di Aceh. Yah, lumayan kan bisa jalan-jalan gratis (dikasih ongkos pula oleh rektorat dan dekanat).

Selain itu, teman-teman yang gue temui juga bukan orang-orang sembarangan. Mereka benar-benar manusia-manusia yang bikin gue sadar bahwa Indonesia masih punya generasi muda yang mau berkarya untuk negerinya. Mau mengaktualisasi diri dan membangun negeri. Dari Aceh, gue kenal Andi, anak Unimed. Anak ini gila banget, dia bisa ramah sama semua orang dan narsisnya minta ampun. Hampir di setiap foto ada dia. Foto yang di atas mungkin salah satu keajaiban dunia (karena dia nggak ada. hehe).

Ada juga Nova. Teman baru gue ini juga luar biasa. Dia juga sangat ramah. Anak Unas ini nggak menunjukkan “kekotaannya” di depan teman-teman yang lain. Sekarang dia jadi mahasiswa berprestasi utama Unas dan akan bersaing di pemilihan mapres utama Indonesia. Waktu di Aceh, dia jadi juara I, tim gue juara II. Jadilah kami ke Pimnas.

Mbak Lina dan Bang Yasin (suaminya mbak Lina) emang sempat bikin cerita asal, yang nggak enaknya didenger dan diketahui dua rekan gue dan Andreas, anak Atmajaya yang ngocol abis. Waktu Nova presentasi, Bang Yasin bilang, “Wah, ini cocoknya jadi presenter”. Waktu itu gue bercandain aja, “Ini sih cocoknya jadi istri, Bang”. Sial deh gue, abis itu mereka jadiin itu bahan bercandaan. Eh, si Andreas malah gila. Dia bilang ke Nova kalau gue pengin foto bareng dia. Edan. Untung Nova baik banget. jadilah sampai sekarang gue dan dia masih berteman.

Selain Nova, ada juga kenalan yang luar biasa waktu di Aceh. Dia adalah Million Sekarsari alias Ratu Atut. Yah, ini gambarnya.



Ratu Atut atau dipanggil juga oleh Andi sebagai Mbak KD (belakangan gue baru tahu dari Nova kalau Milly emang saudaranya KD) adalah Miss London School dan kemarin baru aja jadi None Jakarta 2008. Well, proud to know you, friend. Yang jelas, selama di Aceh, Milly dan Stephanie, teman satu timnya, paling bikin cerita deh (saingan deh sama Andi). Dari hampir selalu pesan KFC (nggak makan dari panitia), sampai cerita-cerita yang lucu-lucu.

Di Aceh juga gue jadi tahu bagaimana orang Aceh senang banget buat kumpul-kumpul di warung kopi. Gue juga sempat diajak sama Dicky, panitia dari Unsyah, buat ke warung kopi. Well, emang bener, di sana lumayan ramai. Kata Dicky malah kalau jam sarapan dan makan siang, hampir semua warung kopi akan ramai. Yah, setidaknya gue jadi belajar kebiasaan masyarakat lain di Indonesia.

Setelah dari Aceh, gue dan tim juga ke Pimnas. Kalau di Pimnas, terutama tahun 2007 lalu, gue ngerasa lebih banyak kenalan sama anak UI dibandingkan sama anak-anak kampus lain. Well, interaksi gue sama anak kampus lain paling terjadi pas lomba, waktu si Fandi anak Unila ikut nonton presentasi, atau sama anak-anak UNJ yang jaga pameran. Yah, atau sama Nova yang waktu itu lagi ada masalah, jadi gue sms-an melulu deh sama dia. Di Pimnas juga gue biasa aja dapat juara II. Padahal waktu di Aceh, kecewanya bukan main.

Tapi yang jelas, dari LKTM dan Pimnas, gue jadi dapetin hal-hal baru. Selain yang tadi gue ceritain, LKTM juga bikin gue bisa jadi pembicara beberapa kali (dua kali diminta jadi pembicara di FISIP dan sekali di FT plus satu lagi di FISIP nanti pas PSAF) dan tentunya dapat ilmu bagaimana menulis yang baik dan ilmu dari disiplin lain (karena tema yang gue ambil soal pemasyarakatan sementara gue dari Adm Negara, tentu gue harus belajar tentang itu dong).

Nah, buat teman-teman mahasiswa, ayo dong ikutan LKTM. Atau bisa di lomba lainnya, yang jelas menulis itu menyenangkan...untuk Indonesia yang lebih baik. Wallahua’lam.

Tidak ada komentar: